Mahfud: Opini Pejabat Pemerintah Tentang OTT Pengaruhi Penurunan Indeks Persepsi Korupsi

Banjar Chaeruddin
- Senin, 6 Februari 2023 | 18:02 WIB

Ilustrasi (dok/Ist)

SINAR HARAPAN--Opini sejumlah pejabat tinggi pemerintah tentang operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disinyalir mempengaruhi penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.

"Itu (opini soal OTT) dianggap oleh masyarakat sipil, lembaga-lembaga yang kami undang maupun tadi dari hitung-hitungan Ketua KPK memang sangat berpengaruh sehingga agak anjlok dalam minggu-minggu saat itu dan pada saat itu sigi (survei) sedang berjalan," kata Mahfud di Jakarta, Senin.

Hal itu disampaikan Mahfud usai mengikuti pertemuan internal tentang pemberantasan korupsi bersama Presiden RI Joko WIdodo, yang salah satu pembahasannya adalah tentang penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.

Sebelumnya, sejumlah pejabat kabinet, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan hingga Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan opini atau pandangannya terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.

Luhut sempat berkomentar dirinya tidak ingin Indonesia menjadi negara yang sering melakukan OTT, sedangkan Tito Karnavian menyatakan OTT bukanlah sebuah prestasi.​​​​​​​

Mahfud mengatakan mengenai tepat atau tidaknya opini dua menteri itu disampaikan, hal itu sebaiknya dijawab langsung oleh Presiden Jokowi.

Namun, kata Mahfud, opini itu berpengaruh terhadap penurunan IPK Indonesia karena opini tersebut membuat seolah-olah pemerintah tidak mau melakukan operasi tangkap tangan terhadap para pelaku korupsi.

Menurut Mahfud, pemerintah akan menyikapi penurunan IPK secara lebih formal dalam dua-tiga hari ke depan. Dia menegaskan pemerintahan Joko Widodo berkomitmen untuk terus memerangi korupsi.

Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index Indonesia pada tahun 2022 melorot empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021 atau berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.

"CPI (Corruption Perception Index) Indonesia pada 2022 berada pada skor 34 dari skala 100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 dan merupakan penurunan paling drastis sejak 1995," kata Deputi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2023.​​​​​​​

TII merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 yang mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Dengan hasil tersebut, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38 dengan peringkat 96.

Perbaikan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan Pemerintah akan melakukan perbaikan-perbaikan setelah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 turun empat poin menjadi 34 dari 38 di 2021.

"Tentu kami akan melakukan perbaikan-perbaikan dan dalam waktu dekat nanti akan mendapat arahan khusus sebagai kebijakan negara dari Presiden (Joko Widodo)," kata Mahfud di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin.

Mahfud mengatakan Presiden Jokowi, Senin, menggelar rapat untuk membahas penurunan IPK berdasarkan Transparency International Indonesia (TII) itu. Selain Mahfud, hadir pula dalam rapat itu ialah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, serta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Mahfud menjelaskan Pemerintah menghormati hasil IPK seperti disampaikan TII. Namun, tambahnya, penurunan IPK tersebut cukup mengejutkan.

Menurut dia, pada indeks penghitungan hasil TII, terdapat delapan lembaga yang menjadi sumber data dan penilaian untuk menilai IPK Indonesia. Dari kedelapan lembaga tersebut, tidak ada lembaga yang biasanya digunakan untuk menjadi sumber dan penilaian IPK Indonesia yakni Forum Ekonomi Dunia (WEF).

"Ingin kami sampaikan, dengan tetap menghargai hasil TII itu, memang yang kami temukan itu ada 13 lembaga sigi internasional; yang dipakai untuk Indonesia itu delapan dan yang biasanya dipakai, tahun ini tidak dipakai Indonesia, padahal perbaikan kami menuju ke situ yaitu lembaga sigi yang sangat terkenal, World Economic Forum," jelasnya.

Dia menyebutkan Indonesia mendapat penilaian tinggi di WEF, namun hal itu tidak digunakan dalam perhitungan IPK tahun 2022 oleh TII.

"Di situ (WEF), kita tinggi, tapi tidak dipakai untuk menghitung kali ini. Jadi, tidak apa-apa. Kami hanya ingin menyatakan bahwa itu semua bukan fakta tapi persepsi dan baru terbatas pada hal-hal tertentu," ucapnya.

Selain itu, di sejumlah sektor lain, lanjutnya, Indonesia mengalami peningkatan indeks, seperti di sektor demokratisasi, penegakan hukum, dan keadilan. Namun, di beberapa sektor memang terjadi penurunan, seperti di perizinan dan kemudahan berinvestasi.

"Kemudian, adanya kekhawatiran dari investor tentang kepastian hukum, macam-macam, memang itu memengaruhi agak turun. Kalau penegakan hukum, pemberantasan korupsi, demokrasi, itu naik meskipun kecil," katanya.

Mahfud mengatakan dirinya, bersama kapolri, ketua KPK dan jaksa agung akan kembali dipanggil Presiden Jokowi dalam beberapa hari ke depan. Presiden akan menyampaikan arahan khusus agar semua lembaga negara melakukan perbaikan.

"Nah, kami akan melakukan langkah-langkah yang nanti dalam dua atau tiga hari ke depan nanti akan dipanggil lagi oleh Presiden, kami berempat, untuk Presiden menyampaikan arahan-arahan tentang apa yang akan kami lakukan," ujar Mahfud.

 

 

 

Editor: Banjar Chaeruddin

Sumber: Antara

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X