• Sabtu, 30 September 2023

Johanis Tanak, Mantan Jaksa Ini Usul Pemberlakuan Restorative Justice Bagi Koruptor

- Rabu, 28 September 2022 | 19:43 WIB

Johanis Tanak (dok/independensi.com)

SINAR HARAPAN--Johanis Tanak telah dipilih Komisi III DPR untuk menjadi pimpinan KPK menggantikan Lili Pintauli Sitegar.

Ia, sebelumnya, pernah termasuk satu dari 10 nama yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi kandidat pimpinan KPK pada 2019 lalu. Ia satu-satunya jaksa yang lolos hingga 10 nama calon komisioner KPK periode 2019-2023. Pada tahap akhir di DPR, ia tidak lolos.

Ketika itu, Johanis Tanak masih menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung (Kejagung)  dan kemudian menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi pada 2020.
 
Tanak kini sudah pensiun. Pengalamannya sebagai anggota korps adhiyaksa cukup panjang. Ia pernah menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Karawang kemudian Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.

 

Johanis Tanak menyandang gelag doktor dari Universitas Airlangga Surabaya. Disertasinya berjudul Kontrak Kerja Sama Operasi (KSO) dalam Pekerjaan Jasa Konstruksi Milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Restorative justice

Dalam pemaparannya pada fit and proper test, Johanis Tanak mengusulkan restorative justice bagi terduga tindak pidana korupsi atau koruptor. Dia berharap restorative justice bagi perkara tindak pidana korupsi ini bisa diterapkan.

Dalam UU Tentang Tipikor restorative justice ini tak dikenal. Tetapi upaya hukum tersebut, katanya,  bisa ditempuh dengan pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya.

"Meskipun belum diatur dalam UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, tetapi bisa diisi dengan suatu peraturan untuk mengisi kekosongan hukum dengan membuat mungkin dengan peraturan presiden," ujarnya.

Menurut dia, jika restorative justice ini diberlakukan, maka terduga tindak pidana korupsi bisa mengembalikan uang korupsi tersebut, dengan jumlahnya ditambah.

"Dia bisa mengembalikan, kita tidak proses. Tapi mengembalikan tidak sejumlah yang dikorupsi tetapi 2 kali atau 3 kali (jumlah uangnya), dia mengembalikan maka tidak perlu diproses secara hukum," katanya.

Alasannya, negara juga harus mengeluarkan biaya setiap kali ada proses hukum terhadap pelaku korupsi.  "Karena ketika dia diproses secara hukum seperti yang saya sampaikan tadi, maka kerugian keuangan negara akan bertambah, bukan berkurang," kata Johanis.

Editor: Banjar Chaeruddin

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Prabowo: Saya Tidak Mau Diadu Domba dengan Pak Jokowi

Sabtu, 30 September 2023 | 17:13 WIB
X