Soekarno membacakan teks Proklamamsi (dok)
SINAR HARAPAN—Naskah Proklamasi yang disusun di rumah Laksamana Maeda pada Kamis malam hingga Jumat (17/8/1945) dini hari terdiri atas beberapa baris yang sangat singkat. Diskusinya sangat panjang namun Soekarno menyusunya dalam naskah yang pendek.
Malam itu Soekarno, Bung Hatta dan Ahmad Subardjo mendiskusikan rumusan naskah Proklamasi disaksikan oleh para pemuda seperti BM Diah, Sayuti Melik dan beberapa orang lainnya. Naskah tulisan tangan Soekarno diwarnai coretan-coretan kemudian diketik oleh Sayuti Melik, seorang wartawan yang pernah memimpin majalah Siasat.
Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kapan dan dimana naskah Proklamasi akan dibacakan. Sebelumnya memang sudah ada kesepakan antara Subardjo dan kalangan muda bahwa Proklamasi akan diumumkan pada Jumat 17 Agustus sebelum jam 12.00. Kesepakatan itu cukup meyakinkan para pemuda untuk melepaskan Soekarno dan Hatta pulang dari Rengasdengklok kembali ke Jakarta.
Namun kemudian terjadi kesimpangsiuran informasi terkait tempat pembacaaan proklamasi dan jamnya. Para pemuda, masyarakat dan Barisan Pelopor umumnya berpendapat bahwa naskah Proklamasi akan dibacakan oleh Soekarno di Lapangan Ikada (kini Monumen Nasional) seperti yang pernah dikemukakan sebelumnya.
Ternyata informasi tersebut juga diterima oleh tentara Jepang. Sejak pagi hari tentara Jepang yang bersenjata lengkap sudah bersiaga di Lapangan Ikada. Penguasa Jepang masih berpegang pada kesepakatan antara Soekarno dan Hatta dengan Marsekal Terauchi di Dalat Vietnam bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan atas kesepakatan PPKI.
Kondisi pagi di bulan Ramadhan itu sangat simpang siur. Di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 sudah berkumpul beberapa tokoh muda dari Barisan Pelopor, antara lain Sudiro, Latif Hendraningrat, Wilopo dan sejumlah orang lainnya. Diputuskan pembacaan naskah Proklamasi dilakukan pagi itu pukul 10.00 di Pegangsaan Timur.
Pada masa itu alat komunikasi masih sangat terbatas. Informasi disampaikan secara sambung menyambung menggunakan kurir yang naik sepeda. Persiapan sangat darurat, bahkan beberapa orang harus mencari mikrofon dan mendapatkannya dari Gunawan, seorang penyiar radio yang juga pandai merakit pengeras suara.
Soekarno demam
Alkisah, pagi itu Soekarno demam dan bangun kesiangan. Ia dibangunkan oleh Dr Soeharto pada pukul 09.00. Soekarno disuntik dan minum obat sebelum mandi dan berpakaian.
Hatta sudah ada di rumah Soekarno dan beberapa tokoh lainnya. Namun jumlahnya tidak banyak. Di halaman juga tidak banyak pemuda yang datang. Para pemuda sudah terlanjur ke Lapangan Ikada yang berjarak sekitar 5 km dari Pegangsaan Timut. Karenanya, banyak yang terlambat datang ke tempat upacara.
Soekarno membacakan naskaah Proklamasi pada pukul 10.10 WIB didampingi Hatta, Ahmad Soebardjo dan sejumah tokoh lainnya. Upacara yang sangat sederhana. Tanpa protokol yang njlimet. Tiang bendera pun, menurut satu versi cerita, dari bambu yang dipasang mendadak. Setelah membacakan naskah Proklamasi Soekarno pun kembali masuk kamar untuk beristirahat.
Beruntung peristiwa yang berlangsung sederhana, mendadak dan singkat ini sempat diabadikan oleh fotografer Ipphos (Indonesia Press Photos), France Mendoer. Setelah itu ia dicari-cari pihak Jepang yang meminta film peristiwa tersebut.
Mendoer terpaksa berbohong. Ia mengatakan negatif film peristiwa di Pegangsaan Timur itu sudah diberikan kepada Barisan Pelopor. Tentara Jepang rupanya percaya. Mendoer sebenarnya menyimpangnya di bawah pohon di halaman sebuah kantor.