Bengak Kerbau? dan Kandang Babi?

- Selasa, 7 Februari 2023 | 07:23 WIB
Marzuki Usman.(Dok/sinarharapan.co)
Marzuki Usman.(Dok/sinarharapan.co)


Oleh: Marzuki Usman

Pada era tahun 1951 sampai dengan tahun 1957, penulis menuntut ilmu di Sekolah Rakyat – SR, dahulu begitu namanya, sekarang sudah menjadi Sekolah Dasar – SD. Pada tahun 1953, penulis lagi menduduki bangku kelas III, di SR – Mersam, Keresidenan Jambi. Guru kelasnya adalah Bapak Sahlan Alif yang berasal dari Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Setiap akhir minggu, beliau mengajak anak muridnya berjalan-jalan sepanjang jalan di Dusun Mersam itu.

Dan, ketika kami kembali ke kelas, beliau meminta kami untuk menulis, menceritakan apa-apa yang kami lihat. Beliau berujar, “Pakailah Ilmu Mata, iyo! Jika kalian tidak bisa menulis cerita itu maka kalian samalah seperti kerbau! Penulis bertanya, “Apa maksudnya Pak?” Beliau menjawab, “Kerbau itu pada pagi hari mengunyah rumput dan ditelannya. Dan, pada sore hari, sambil berbaring-baring, dia keluarkan lagi isi perutnya itu untuk dikunyah lagi. Kerbau itu memamah biak! Kalau kerbau lagi seperti itu dan engkau masukkan ke dalam mulutnya tahi dia sendiri maka tahi itu dia kunyah, dan ditelan lagi. Itulah bengak atau bodohnya kerbau. Tahi sendiri dimakan lagi!” Beliau melanjutkan lagi, “Engkau kan lebih pandai dari si Kerbau”. Di kemudian hari, ilmu inilah yang menyebabkan penulis gemar, dan gampang sekali menulis!

Demikian pula dengan emak penulis. Supaya penulis rajin membersihkan rumah, beliau berujar, “Jika kamar tidurmu, tidak dirapikan alias centang perenang. Maka engkau rupanya berguru kepada babi. Pergilah lihat peternakan babi dari orang-orang China di Jambi ini. Kandang babi itu, jorok dan kotor sekali. Karena nasehat emak itu, penulis selalu hidup bersih dan bukan hidup kotor seperti si babi itu.

Penulis mempunyai rumah untuk anak-anak yatim-piatu di Kota Jambi. Pada suatu hari, penulis membuka lemari pakaian dari mereka. Rupanya, pakaiannya bukannya dilipat baik-baik tetapi disumpel-sumpel saja.

Rupanya kepala rumah yatim itu kurang teliti mendidik anak yatim itu. Semestinya, menurut emak penulis, “Pakailah Ilmu Mata. Kalau ada yang dilihat tidak rapi maka rapikanlah!”. Maka penulis menasehati semua anak-anak yatim itu supaya “Pakailah Ilmu Mata!”

Demikian juga pada tahun 1980-an ketika tiga orang anak-anak laki-laki penulis, tidur di satu kamar. Ketika penulis inspeksi ternyata kamar tidurnya serba centang perenang dan berbau tidak enak. Lalu penulis mengajak mereka untuk berkunjung ke Kebon Binatang di Ragunan, Jakarta Selatan. Dan, ketika melihat kandang babi lalu penulis berujar. “Apa yang kamu lihat? Itu persis seperti keadaan di kamar tidur kalian! Kalau tidak mau berubah untuk lebih bersih maka ayah akan titipkan kalian ke Kebun Binatang ini!

Alhamdulillah, ketika kembali ke rumah maka mereka bertiga bekerja keras membersihkan kamar tidur mereka. Alhamdulillah mereka lalu rajin hidup bersih!


Jakarta, Maulid Nabi Muhammad SAW. Sudah di ambang mata.

Editor: Norman Meoko

Sumber: opini

Tags

Terkini

Awak Masih Merangkak! Orang Lain Sudah Berlari!!!

Selasa, 21 Maret 2023 | 07:52 WIB

AS Gagal di Eropa, Peringatan Bagi Asia

Kamis, 16 Maret 2023 | 11:38 WIB

Berengkes Ikan Tempoyak?

Selasa, 14 Maret 2023 | 07:36 WIB

Kebijakan Jemput Bola?

Selasa, 28 Februari 2023 | 06:03 WIB

Pamer Kekayaan dan Hancurnya Revolusi Mental Jokowi

Senin, 27 Februari 2023 | 15:00 WIB

Siapa Wang Huning?

Kamis, 23 Februari 2023 | 06:08 WIB

Mengurai Kemacetan Jakarta hingga Akar Masalah

Sabtu, 18 Februari 2023 | 13:47 WIB

Orang Amerika Serikat Manusia Juga? (Tolong Menolong!)

Selasa, 14 Februari 2023 | 07:16 WIB

Bengak Kerbau? dan Kandang Babi?

Selasa, 7 Februari 2023 | 07:23 WIB

Anies, Agenda Perubahan dan Tembak Mati Koruptor

Rabu, 1 Februari 2023 | 21:53 WIB

Kacang Kalengsong?

Selasa, 31 Januari 2023 | 06:01 WIB
X