Oleh: Sjarifuddin Hamid
SINAR HARAPAN - Berbagai negara menanggapi dengan hati-hati narasi kritik, tuduhan dan kecaman yang dilontarkan para pejabat Amerika Serikat kepada China. Ketika berbicara di depan civitas academica Universitas George Washington, akhir Mei lalu Menlu Anthony J. Blinken menegaskan China merupakan satu-satunya negara yang berminat membentuk kembali tatanan dunia, seraya meningkatkan kekuatan militer, teknologi, diplomatik dan ekonomi.
Visi Beijing akan mendorong kita menjauh dari nilai-nilai universal yang begitu banyak menopang kemajuan dunia dalam 75 tahun terakhir, katanya.
Blinken tidak merinci nilai-nilai universal itu, namun difahami nilai itu mencakup kebebasan, kesetaraan, demokrasi, individualisme, persatu dan keanekaragaman. Gradasi sekalian nilai-nilai itu ditentukan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Apabila penerapan nilai-nilai tersebut dipandang tak sesuai, maka pemerintahan yang bersangkutan akan dikudeta atau diserang seperti yang dilakukan terhadap Libya.
Dapat pula dikritik atau dikecam secara berulang sebagaimana yang dikenakan terhadap China dengan mengangkat isyu Xinjiang, Hong Kong dan pemerintahan Xi Jinping yang otoriter.
Presiden Joe Biden di dalam berbagai kesempatan juga mengutarakan hal yang sama. Bahkan di Jepang beberapa waktu lalu menegaskan, Amerika Serikat akan membela dengan kekuatan militer apabila China menginvasi Taiwan.
Kerjasama Multilateral
Dalam menghadapi ‘ambisi ‘ China itu, AS mengadakan kerjasama multilateral. Membentuk aliansi militer Australia, Inggris dan Amerika Serikat (AUKUS), membuat kerjasama ekonomi dengan India, Australia , Jepang dan Amerika Serikat (QUAD). Selain kerjasama intelijen atau pertukaran informasi dengan Kanada, Selandia Baru, Australia, Inggris dan Amerika Serikat (FEVEY) yang dibuat belasan tahun lalu.
FEVEY mulanya bertujuan memonitor Uni Soviet dan Blok Timur. Setelah keduanya runtuh, FEVEY masih aktif dan mentargetkan negara-negara lain termasuk China.
Menganggu dominasi
Berkat kebijaksanaan Presiden Richard Milhous Nixon dan Menlu Henry Kissinger, memberi peluang seluas-luasnya kepada China untuk tumbuh dalam aspek investasi, alih teknologi dan masih banyak lagi.
PM Deng Xiaoping dan penerusnya, termasuk Presiden Xi Jinping menyalakan semangat patriotisme , etos kerja, menerapkan strategi pembangunan yang tepat, tarnsformasi ekonomi, bergabung dalam WTO, mengendalikan demokrasi dan memberantas korupsi. Cara ini membuat investor asing nyaman dan jumlah penduduk miskin menurun.