SPI KPK Tidak Perlu, Hanya Pemborosan Anggaran

- Jumat, 15 Oktober 2021 | 07:31 WIB
Ilustrasi grafis
Ilustrasi grafis

JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021, yang dimaksudkan untuk mengukur komitmen lembaga-lembaga pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Padahal berbagai survey mengenai korupsi sudah banyak dilakukan para peneliti independen, mestinya KPK bisa memanfaatkannya untuk segera bertindak.

KPK terakhir melakukan survey SPI pada 2019, yang diikuti 127 instansi terdiri dari 27 kementerian/lembaga dan 100 pemerintah daerah yang mengikuti SPI. Hasilnya antara lain 84 kementerian/lembaga/pemerintah daerah itu berada pada tingkat korupsi rendah sedangkan 43 lainnya berada dalam kategori sedang," tuturnya.

Menurut Wakil Ketua Alexander Marwata, keberadaan calo dalam pelayanan publik ditemukan pada 99 persen instansi peserta SPI 2019. "Jadi, hampir 125 instansi yang disurvei itu sebetulnya ada calo dalam pelayanan publik tetapi hasil tingkat korupsinya rendah padahal 99 persen itu ditemukan ada calo. Penerimaan gratifikasi pada pelayanan publik ditemukan pada 91 persen instansi ini juga masih tinggi.”

Kemudian, katanya, penyelewengan anggaran ditemukan pada 76 persen instansi dan suap dalam lelang jabatan ditemukan pada 63 persen instansi. KPK sebenarnya tidak perlu membuang-buang waktu dan anggaran untuk kembali melakukan survey. Toh data dua tahun lalu masih valid  dan publik umumnya menganggap belum ada perbaikan.

Survei terakhir Lembaga Survei Indonesia (LSI) membuktikannya. Dalam rilisnya Agustus lalu, LSI mencatat 60 persen publik menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir. "Mayoritas publik nasional 60 persen menilai bahwa tingkat korupsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers secara daring, Agustus lalu.

Jayadi menerangkan tingkat keprihatinan korupsi di Indonesia mendapat penilaian tinggi dari publik. Ada 44 persen yang menilai sangat prihatin, 49 persen prihatin dan 4 persen tidak prihatin.

Beberapa bulan sebelumnya (April). LSI juga merisilis hasil surveinya bahwa pegawai negeri sipil (PNS) menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat. Sementara sekitar sepertiga dari total responden berpendapat tidak ada perubahan, sedangkan sebagian lain menganggap tingkat korupsi menurun dalam dua tahun terakhir.

Rinciannya yakni 34,6 persen responden PNS menilai tingkat korupsi meningkat, sebanyak 33,9 persen responden menyatakan tidak ada perubahan dan, sebanyak 25,4 persen menganggap tingkat korupsi justru menurun. "Persepsi korupsi ini yang paling positif jika dibandingkan dengan survei dengan responden masyarakat umum, pemuka opini, dan pelaku bisnis. Pada survei-survei tersebut, mayoritas menilai bahwa tingkat korupsi meningkat dalam dua tahun terakhir," tulis LSI ketika itu.

Selain LSI banyak lagi lembaga yang mensurvei masalah korupsi di Indonesia. Baik oleh lembaga di dalam negeri maupun luar negeri. Model korupsinya juga sudah sangat beraga, bukan lagi uang dan barang, melainkan juga seks.

Mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono belum lama ini mengungkap laporan Global Corruption Barometer Asia 2020 dari Transparency International. Ternyata Indonesia menjadi negara dengan peringkat sextortion tertinggi. Tingkat sextortion di Indonesia mencapai 18 persen atau yang terbesar di Asia, lebih tinggi dari Sri Lanka (17 persen), Thailand (15 persen), Malaysia (12 persen), Filipina (9 persen), Kamboja (5 persen), dan Myanmar (3 persen).

Kita percaya lembaga-lembaga survey independen yang hasilnya, mestinya, lebih bisa dipertanggungjawabkan. Dua hasil survey LSI tersebut sebenarnya sudah cukup menjadi acuan KPK dalam merespons masalah korupsi di negeri ini. Untuk apa lagi KPK melakukan survey sendiri yang hanya memboroskan anggaran negara dan hasilnya pun diperkirakan tak akan jauh berbeda dari survey sebelumnya.

Itu bukan contoh bagus. KPK semestinya memberikan contoh mengenai efisiensi anggaran, bukan hanya menghabiskannya. Masyarakat  lebih membutuhkan komitmen dan langkah nyata KPK dalam memberantas korupsi. Bukan survey yang hasilnya, bisa-bisa, hanya tumpukan berkas dan menghiasai rak-rak KPK  belaka. (bc)

Editor: editor1

Tags

Terkini

Teka – Teki Minang Lagi ?

Selasa, 30 Mei 2023 | 10:42 WIB

Teka – Teki Urang Minang ?

Selasa, 23 Mei 2023 | 08:36 WIB

Pingsan, Melihat Bidadari?

Selasa, 16 Mei 2023 | 09:13 WIB

Obsesi Masa Kanak-Kanak (Childhood Obsesion)?

Selasa, 9 Mei 2023 | 10:33 WIB

Jokowi, Jalan Rusak dan Sentilan Bima Yudho

Sabtu, 6 Mei 2023 | 16:31 WIB

Menetapkan “Sekolah Libur?”

Selasa, 2 Mei 2023 | 05:57 WIB

“Hidup Berakal, Mati Beriman!”

Rabu, 26 April 2023 | 07:20 WIB

“Ingin Tahu!”

Selasa, 18 April 2023 | 06:04 WIB

Mahfud MD Cawapres Kuda Hitam

Senin, 10 April 2023 | 06:00 WIB

Negeri yang Berlagak?

Selasa, 4 April 2023 | 06:10 WIB
X