DI sebuah toko di pinggiran Jakarta. Antrean konsumen mengular di sela-sela rak-rak barang-barang kelontong. Butuh waktu minimal lima belas menit bagi setiap orang untuk sampai di depan kasir. Mereka rela antre berlama-lama hanya untuk membeli satu kotak masker. Harganya murah. Isinya banyak. Ada yang membawa tiga sampai empat kotak. Namun belum sampai di depan kasir, seorang pegawai menegaskan konsumen hanya boleh beli satu kotak.
Kesediaan untuk antre dan membeli banyak masker menunjukkan masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan, sekaligus juga takut sakit akibat terpapar Covid-19.
Memakai masker disebut sebagai salah satu cara agar tubuh manusia tidak dimasuki musuh yang tak terlihat itu. Selain itu, dianjurkan pula untuk menjaga jarak, menghindari kerumunan, rajin mencuci tangan dengan sabun dan membilasnya dengan air mengalir, membatasi mobilitas dan interaksi. Selain Prokes, vaksinasi juga penting untuk mengurangi bahkan menghilangkan wabah Covid-19.
Wabah menimbulkan kekalutan dimana-mana. Tak jauh dari toko kelontong itu, satu toko jasa pengisian tabung oksigen juga didatangi konsumen. Para konsumen harus pasrah sebab mesti menunggu tiga jam. Bagaimana ini?, kata seorang pria yang sore itu memakai celana loreng.
Sejak mengalami pandemi gelombang kedua, jumlah yang terpapar dan meninggal terus bertambah. Menurut Our World In Data, total kasus di Indonesia per 13 Juli 2021 berjumlah 2,53 juta. Sembuh 2,08 juta sedangkan yang meninggal dunia 64.464 orang.
Pertambahan jumlah yang terpapar dan meninggal menyebabkan kekurangan relawan pemulasan jenazah. Rumah sakit kekurangan tempat tidur. Obat-obatan yang diperlukan menghilang dari pasaran. Lahan kuburan pun susah dicari.
Wabah yang melanda Indonesia sejak Januari 2020 ini, memukul semua aspek perekonomian. Jumlah penduduk miskin naik menjadi 27,55 juta jiwa. Antara lain, disebabkan kebijaksanaan PHK karena perusahaan-perusahaan mencegah kerugian lebih besar.
Dapat dibayangkan dampak penutupan super market ratusan bahkan ribuan pemasok. Sektor formal maupun informal terpengaruh. Tentu juga ada pengaruh terhadap lembaga keuangan dan perbankan.
Bank Dunia menurunkan status Indonesia dari negara berpendapatan menengah atas menjadi menengah bawah karena pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita turun dari US$4.050 pada 2019 menjadi US$3.870 pada 2020.
Bank Dunia sebelumnya menetapkan, negara yang masuk kategori penghasilan menengah bawah adalah yang memiliki GNI US$1.026 hingga US$3.995. Jadi posisi Indonesia sebelumnya memang rawan karena tak jauh dari batas yang ditetapkan.
Jangan lupa penetapan pendapatan penduduk itu bersifat rata-rata. Di dalamnya ada aspek ketimpangan. Dengan wabah ini, ketimpangan makin melebar.