SINAR HARAPAN--Tiba-tiba saja semua pihak ribut soal membanjirnya pakaian bekas impor. Padahal ini soal yang sudah berlangsung lama dan terjadi karena penegakan aturan kita lemah. Kalau pakaian bekas masuk berton-ton, padahal resminya dilarang, tak mungkin terjadi kalau tidak ada permainan dengan pejabat resmi.
Sudah bertahun-tahun masalah ini sulit diselesaikan apalagi karena aparat pemerintah sendiri tidak tegas, tidak konsisten dan terlibat konflik kepentingan. Membanjirnya pakaian bekas impor dan diperjualbelikan di dalam negeri memukul industry garmen dan fesyen local karena dijual dengan harga relatif murah.
Permintaan konsumen dalam negeri ternyata cukup besar. Pakaian bekas tersebut datang dari negara-negara yang mengenal mode pakaian musiman, Ketika musim berganti mode pun berubah. Konsumen kita, terlebih dari kalangan menengah ke bawah menyukainya karena model bagus dan harga miring.
Maka sekalipun ada larangan, pengimpor tetap berusaha memasukkannya ke pasar domestic. Berbagai cara dilakukan, memasukkannya secara illegal dan tentu tidak membayar pajak. Dalam proses ini segala kemungkinan bisa terjadi, termasuk sogok menyogok dengan petugas.
Tren impor baju bekas (thrifting) sejak lama dikeluhkan industry dalam negeri. Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengatakan, sebenarnya ini sudah isu lama tetapi tidak dibenahi. “Saya lihat hal-hal ini yang kita perlu cepat dan gesit. Mungkin kementerian terkait harus tanggap untuk tidak terjadi lagi berulang-ulang di kemudian hari,” kata Iwan.
Tidak hanya tekstil, lanjut Iwan, saat ini semua industri turut terdampak, di mana mayoritas atau rata-rata di bawah 50 persen produksinya. “Impor tekstil tidak benar, permainan HS Number harus dibereskan,” tambahnya.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menyebut Industri Kecil dan Menengah (IKM) di sektor penjahit sangat terganggu karena harus bersaing dengan pakaian bekas impor. Kondisi itu kemudian berdampak secara domino terhadap ekosistem industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di sektor hulu.
Ekonom Indef Rizal Taufikurahman mengatakan pakaian bekas impor akan menurunkan produktivitas dan kinerja industri tekstil. Harga tekstil dalam negeri menjadi tidak kompetitif serta berpotensi menurunkan daya saing industri tekstil lokal, termasuk di dalamnya UMKM.
Kini Presiden Joko Widodo pun ikut rebut. Ia bahkan geram dengan membanjirnya pakaian bekas impor yang dinilai memukul industry dalam negeri. Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pun menginstruksikan kepada seluruh jajaran kepolisian untuk menindak tegas praktik penyelundupan impor pakaian bekas atau thrifting.
"Terkait dengan instruksi Bapak Presiden, saya sudah instruksikan kepada jajaran untuk dilakukan pemeriksaan," ujar Listyo dalam keteranganya, Minggu (19/3/2023).
Listyo mengatakan bahwa pihaknya tidak akan segan untuk menindak siapapun yang terlibat dalam praktik ilegal impor pakaian bekas. Tindakan tegas tersebut, kata Kapolri, merupakan komitmen Polri untuk mengawal dan mengamankan program pemerintah dalam rangka menjaga pasar domestik sehingga pertumbuhan ekonomi dalam negeri tetap terjaga.
Meski secara resmi dilarang, angka impornya tercatat di data Badan Pusat Statistik. Pada tahun 2019 nilai impornya mencapai US$6,07 juta, dan Januari 2023 lalu tercatat sebanyak US$1.965. Secara tonase, impor tahun 2019 tercatat mencapai 417,72 ton, tahun 2020 ada 65,91 ton impor, tahun 2021 jadi 7,93 ton, dan tahun 2022 melonjak ke 26,22 ton. Januari 2023 tercatat ada 147 kg impor pakaian bekas.
Terlihat ada beberapa persoalan dari data-data tersebut. Pertama, kalau impor pakaian bekas dilarang, mengapa BPS memiliki datanya? Sangat mungkin telah terjadi pemalsuan kelompok barang, yang diperbolehkan impor namun isinya adalah pakaian bekas. Kedua, masuknya pakaian bekas dalam jumlah besar secara illegal menunjukkan pengawasan pihak pabean sangat lemah. Ketiga, masuknya barang selundupan lewat Pelabuhan kecil sudah lama diketahui. Tak mungkin mereka lolos kalau tidak ada Kerjasama dengan apparat setempat. Keempat, ada ketidaktegasan pemerintah dalam menetapkan TKDN sehingga produk impor bisa dengan mudah diberi label buatan Indonesia.
Nah, lucu saja melihatnya bila sekarang para pejabat pemerintah seperti kebakaran jenggot melihat derasnya pakaian bekas impor masuk ke pasaran. Masalah ini tidak akan terjadi kalau aparat sejak dulu bertindak tegas menegakkan aturan yang berlaku.
Artikel Terkait
Briptu HSB Bisnis Tambang Emas dan Pakaian Bekas Ilegal, Polda Kaltara Bentuk Tim Khusus
Sebanyak 500.000 Ton Beras Impor Akan Masuk Indonesia Bertahap Hingga Februari
Surplus, Jawa Barat Tidak Perlu Beras Impor
Jelang Ramadhan, Kemendag Impor Gula Hingga Bawang Putih
Lebih dari 7 Ribu Bal Pakaian Bekas Impor Ditindak Bea Cukai