Oleh: Marzuki Usman
Ketika penulis menuntut ilmu pada “School of Economics, University of Duke di, Kota Durham, Provinsi State North Carolina” pada tahun 1973-1975. Penulis dibiayai oleh United State, Agensy for International Development, (US-AID). Dan, kepada penulis diminta untuk membuka Rekening, pada The North Carolina Bank, satu dan lain supaya “Uang Bea Siswa” penulis dikirim setiap awal bulan, kepada bank tersebut di atas, di mana sudah ada rekening penulis itu. Dengan demikian kalau penulis berbelanja maka penulis cukup menyerahkan cheque penulis dari bank itu, kepada toko, atau tempat-tempat lain yang berada di Kota Durham itu.
Pada suatu sore penulis bersama istri pergi ke toko serba ada, dan ketika akan membayar barang-barang yang kami ambil dari toko itu. Pada ketika itu, kasir menyapa penulis bahwa ada telepon dari The North Carolina Bank kepada kasir toko itu. Dan dia minta penulis menjawab telepon dari bank itu, dengan suara, “Ya Tuan Marzuki Usman, Anda ingin menggunakan saldo uang Anda di bank, ternyata saldo Anda tidak cukup untuk membayar belanjaan Anda. Tetapi Anda, kami talangi dulu. Dan, secepat mungkin Anda isi lagi rekening Anda ya!”
Rupanya, bank itu sangat menyayangi para nasabah yang membuka rekening pada bank itu. Dan, mereka bertindak selalu menyayangi nasabahnya. Mereka, selalu beranggapan bahwa Nasabah adalah Dewiku! Sementara kita, selalu beranggapan, kalau ada rekening tidak cukup maka rekening Anda saya tutup! Tanpa, tidak perlu untuk menyapa nasabah atau pelanggannya. Apalah memang harus begitu kita berbuat kepada pelanggan/nasabah kita?
Penulis sangat menghawatirkan sekali bahwa pada era globalisasi ini akan semakin banyak bank-bank milik negara-negara dari seperti: China, Jepang, Korea, Eropah, dan Amerika Serikat akan berdendang sayang, beroperasi di segala sudut dan pojok NKRI kita?
Jakarta, Setelah Isra Mi’raj 1444 H Nabi Muhammad SAW