SINAR HARAPAN--Perkembangan politik menjelang Pilpres 2024 terus berubah. Orang bilang kondisinya masih cair. Belum ada yang pasti, siapa Capres dan Cawapres yang akan bersaing pada pemilihan Presiden pada Februari 2024 nanti.
Bahkan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang sudah dideklarasikan oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pun, menurut sejumlah kalangan, masih belum pasti. Ibarat pernikahan, sepanjang belum terpasang janur kuning di depan pagar rumah, masih bisa berubah.
Demikian pula dengan Prabowo Subianto. Tokoh yang sudah bersaing tiga kali dalam Pilpres (sekali jadi Cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri pada 2009, dan kalah) kini berencana maju lagi. Dengan siapa? Itu yang belum pasti.
Semula dispekulasikan Prabowo menggandeng Cak Imin. Itu masuk akal. Sebab dua kali kalah melawan Joko Widodo, karena ia dipandang kurang aspiratif terhadap massa Nahdlatul Ulama (NU). Sebaliknya, Jokowi menggandeng dua tokoh NU, Jusul Kalla (2014) dan Ma’ruf Amin (2019).
Menggandeng Cak Imin dipandang sebagai koreksi atas kesalahan strateginya. Cak Imin adalah darah biru NU, karena ia trah para pendiri ormas terbesar di negeri ini. Namun ia bukan pengurus NU. Bahkan hubungannya dengan pengurus NU tampak kurang harmonis, juga dengan keluarga pamannya, Gus Dur.
Jadi, menggandeng Cak Imin bukanlah jaminan untuk merebut suara NU, khususnya di Jawa Timur. Namun setidaknya sebagian massa NU akan terbawa. Lihat saja Jawa Timur, beberapa Bupati dari PKB, anggota DPRD dari PKB juga tersebar di seluruh kabupaten.
Tapi Cak Imin tiba-tiba loncat pagar, menyeberang ke Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) untuk mendukung Anies Baswedan. Mengapa? Ini pertanyaan yang belum terjawab. Spekulasinya, Prabowo masih terus menimbang-nimbang siapa pendampingnya.
Cak Imin tentu merasa gerah karena Prabowo belum juga bersikap tegas. Tidak ada pinangan pasti. Bahkan masih melirik Airlangga Hartarto dan Erick Thohir. Bahkan, masih memperjuangkan anak Jokowi Gibran Rakabuming Raka yang masih sangat muda, untuk menjadi bakal Cawapres.
Dalam ketidakpastian itu Cak Imin lompat pagar. Itu pilihan cerdas, tapi bisa saja spekulatif. Faktanya, begitu Cam Imin masuk, Partai Demokrat mutung, ngambek dan keluar dari koalisi. Buntutnya bisa saja serius karena Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun gunung. Apa langkah SBY ke depan belum pasti, tapi bukan tanpa perhitungan. Ia seorang ahli strategi, matang dalam mengenyam asam garang kehidupan politik.
Kini tinggallah Prabowo yang belum jelas kemana menjatuhkan pilihan. Ia tampaknya menghadapi kondisi dilematis.
Kawan disamping yang potensial adalah Airlangga. Ia ketua umum Partai Golkar yang juga kaya pengalaman. Persoalannya, Airlangga sejauh ini tidak cukup populer di kalangan calon pemilih. Berbagai survey mengenai elektabilitas, skornya tetap rendah. Tapi Golkar tetaplah partai besar, sangat beresiko bila diinggalkan.
Pilihan Prabowo lainnya adalah Erick Thohir. Ia tokoh muda, elektabilitas bagus dan anggota GP Ansor, anak kandung NU. Apakah ia akan didukung massa NU, belum pasti juga. Erick bukan darah Kyai NU.
Persoalan lain, kalau Prabowo memilih Erick dan mengabaikan Airlangga, apalagi kalau komunikasinya buruk seperti dalam kasus penetapan Cak Imin di Nasdem, bisa-bisa Airlangga hengkang. Ini kerugian besar bagi Prabowo karena Gerindra tinggal bersama Partai Amanat Nasional (PAN). Sangat beresiko.
Apalagi kalau Prabowo memaksakan diri menggandeng Gibran, bila Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan perubahan batas usia. Prabowo mungkin akan didukung kelompok Pro Jokowi. Namun apakah Partai Golkar dan PAN bisa ditekan untuk tetap setia? Sulit memperkirakannya karena politik toh soal kepentingan.
Artikel Terkait
Prabowo Subianto Sebut Situasi Politik Menjelang Pilpres 2024 Sarat Aroma Pengkhianatan
PAN Tegaskan Tetap Konsisten Mendukung Erick Thohir sebagai Cawapres Prabowo Subianto
Waketum PAN Sebut Peluang Prabowo Menang Pilpres Makin Tinggi Jika Berpasangan dengan Cawapres Ini
Survei CPCS Sebut Prabowo Subianto Masih Menjadi Bakal Calon Presiden Favorit
Partai Garuda Tetap Mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024, Ini Alasannya