Oleh : Marzuki Usman
Peristiwanya terjadi pada tahun 2000, penulis diundang oleh Bapak Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, untuk menikmati Hutan Alam di Pegunungan Meratus dengan pelbagai jenis pohon alami, seperti : Pohon Meranti, Pohon Beringin, Pohon Bungur, dan Pohon Bulian. Ujar Bapak Bupati, “Kalau Bapak Marzuki beruntung, maka bisa menikmati ada Udang di Pucuk Pohon Hutan, yang besar dan tinggi”. Karena tawaran yang aneh itu, saya mengajak DR. Suhardi, Dosen di Fakultas Kehutanan, pada Universitas Gajah Mada. Penulis ketemu Beliau ini, dia sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM), dibawah bimbingan Ibu Prof. DR. Suharti.
Maka, pada bulan Agustus tahun 2000, saya dan DR. Suhardi bertolaklah kami dari Jakarta ke Kota Banjarmasin. Dan, dari situ dengan kendaraan mobil sampailah di Kota Barabai. Dan, Bapak Bupati sudah menyiapkan rombongan yang terdiri dari : Dokter, Pemandu Jalan, dan regu Penunjuk Jalan, dan Pembawa Barang-barang Kami. Pergi dari Kota Barabai, ketika memasuki Hutan Belantara, yang melewati Hutan bekas HPH (Hak Pengusahaan Hutan), dari Perusahaan di Jakarta. Penulis merasa mau muntah, karena pohon-pohon tinggi, dan rindang sudah habis dibabat oleh Perusahaan itu. Dan, sampailah kami dibekas Jembatan. Lalu kami membuat “Tenda Alam” dari Daun : pisang, dan tidur diatas Daun pisang lagi. Dan, di Hulu Sungai Barito itu, karena belum ada Kakus, maka batu-batuan yang ada di sungai itu, dimanfaatkan sebagai kakus.
Bapak Bupati menyusul, bergabung ke Team kami, pada jam 20.00 malam. Dan, Beliau berujar “Besok pagi kita cukup menikmati kayu-kayu alam, yang berada disekitar sini saja. Kalau, kita pergi ke Desa orang Dayak itu, memang bagus tempatnya, tetapi masih jauh jaraknya. Insya Allah, besok pagi kita akan menikmati Pohon Pohon Alami yang besar-besar disekitar sini saja.”
Baca Juga: Senior Citizen (Warga Negara Senior) ≠ Old Men (Manusia Lanjut Usia - Lansia)
Ketika penulis pada pagi hari, mau Buang Air Besar, maka terlihat banyak hewan yang hidup di rawa-rawa. Penulis mengira, ini adalah hewan Pacet. Tetapi, kata orang Dayak, itu adalah Lintah. Penulis berujar, “Ini adalah Pacet, dan bukanlah Lintah. Karena kalau lintah, dia berenang di rawa-rawa”. Pacet-Pacet itu kelihatannya tidak berenang, tetapi merayap saja. Dan, kalau ada si Penikmat Alam akan tidur, biasanya dengan Karung Tidur (Sleeping Bag), maka isa-bisa Lintah Barabai itu yang berjumlah banyak, masuk ke kuping si Penikmat Alam itu. Dan pastilah dia akan mati, alias wafatlah yang bersangkutan itu.
Kata orang lokal disitu, bahwa “Lintah seperti ini berada di seluruh Pulau Kalimantan”. Maka nasehat orang lokal, “Hati-hatilah, kalau berkemah di Hutan Kalimantan. Dan, waspadalah terhadap keberadaan Lintah Barabai, jangan sampai ajalmu!”
Jakarta, Medio mulai mengarungi bulan September 2023
Artikel Terkait
Barang Langka, “Es Batu?”
Mainan Kelelawar (Kampret)?
NYELEKIT > MARAH ?
Ujar Gus Dur?
Kalahkan Thailand, Timnas Putri Hari Ini Hadapi Iran Untuk Catat Sejarah di Piala Asia
Mainan Kelabang (Lipan?)
Mereka yang menanti pemulihan hak korban di Talangsari
Senior Citizen (Warga Negara Senior) ≠ Old Men (Manusia Lanjut Usia - Lansia)
Duet Anies-Cak Imin Perlihatkan Kuatnya Pengaruh Jokowi dan Surya Paloh
Menunggu Langkah Kuda SBY