SINAR HARAPAN - DENGAN perkembangan sains pengobatan kanker paru di dunia medis, kemoterapi bukan lagi terapi yang tepat untuk semua pasien kanker paru, kata Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, spesialis penyakit dalam dari Universitas Indonesia.
"Kemoterapi bukan lagi satu-satunya pilihan terapi untuk semua pasien kanker paru dengan berkembangnya sains pengobatan," kata Andhika dalam webinar kesehatan, Selasa.
Dalam pengobatan kanker paru, terdapat pertimbangan yang dianalisis dokter untuk memilih pengobatan kanker paru.
Pertama, dari status keadaan pasien bagaimana fungsi organnya, apakah terdapat komorbiditas, kepatuhan dalam perawatan, harapan serta preferensi pasien.
Baca Juga: Waspada, Makan Makanan Manis Sebelum Tidur Bisa Akibatkan Peradangan Jaringan Mulut, Kanker hingga Obesitas
Kedua, dilihat dari kondisi tumor seperti stadium kanker, jenis sel kanker, alat penguji lanjutan yaitu Biomarker prediktif seperti EGFR, PD-L1, dan ALK.
Ketiga, untuk memilih modalitas pengobatan hal-hal yang dipertimbangkan meliputi mekanisme kerja pengobatan, toksisitas yang diharapkan, terapi yang sebelumnya dijalankan pasien, dan juga ketersediaan pengobatan.
Saat ini, untuk beberapa mutasi kanker paru, seperti mutasi EGFR atau ALK, telah tersedia berbagai pengobatan inovatif yang termasuk golongan terapi target.
Ia menunjukkan, kanker paru bukan Sel Kecil pada stadium lanjut jika diobati dengan kemoterapi standar dapat memiliki harapan hidup rata-rata hingga 8 bulan.
Baca Juga: Enam Tahun Hiatus Karena Kanker Nasofaring, Kim Woo Bin 'Comeback' dengan Film Layar Lebar
Sedangkan, pasien kanker paru yang diagnosa dengan mutasi EGFR positif jika diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan terapi target EGFR inhibitor dapat mempunyai harapan hidup secara keseluruhan mencapai 11,5 bulan.
Sementara itu, pasien yang telah didiagnosa dengan mutasi ALK positif jika mendapatkan pengobatan kombinasi kemoterapi standar dengan terapi target ALK inhibitor dapat memperpanjang angka kelangsungan hidup bebas progresi pasien.
Namun, terapi target hanya dapat digunakan jika ditemukan mutasi tertentu. Sedangkan sebagian besar dari kasus kanker paru tidak memilki mutasi EGFR dan hanya dapat diobati dengan kemoterapi standar sebagai modalitas pengobatan.
Pada 2013, dunia medis telah menemukan terobosan terbaru dalam pengobatan kanker paru, yaitu Imunoterapi untuk kanker dan diberikan judul 'Breakthrough of the Year' oleh majalah Science, sebuah majalah ilmiah terbesar di dunia.
Baca Juga: Studi: Pria yang Tak Subur Dua Kali Lebih Berisiko Kena Kanker Payudara
Salah satu terapi sistemik imunoterapi yang tersedia di Indonesia adalah imunoterapi PD-1 inhibitor yang memberikan harapan baru bagi pasien kanker paru yang tidak memiliki mutasi EGFR.
Di mana Programmed Death-1 atau PD-1 merupakan salah satu protein yang bertindak sebagai “pos keamanan” untuk menjaga respons kekebalan tubuh agar tetap terkendali.
PD-1 ini bekerja seperti pos keamanan yang dapat mengarahkan pasukan sistem imun (sel-T) untuk tidak membunuh sel kanker karena sel kanker telah menyamar sebagai sel sehat.
Namun, dengan membubarkan pos keamanan PD-1, sel kanker tidak akan bisa menyamar dan sistem imun akan menerima arahan untuk menghancurkan sel kanker.
Dengan cara kerja diatas, Imunoterapi PD-1 inhibitor mengurangi resiko kematian hingga 38% dibandingkan dengan kemoterapi saja.
Artikel Terkait
5 Tanaman Alami untuk Mengobati Kanker Prostat
Kenali Gejala Kanker Nasofaring Sejak Dini
Perdarahan Terus-menerus, Benarkah Pertanda Kanker Serviks?
Anak dengan Kanker Butuh Pendampingan dan Perawatan Intensif
Lynparza Produksi AstraZeneca-Merck Disetujui FDA untuk Obati Kanker Payudara
Bukan Hanya Gara-gara Minum Alkohol, Ini Faktor Penyebab Kanker Hati
Tom Parker, Vokalis The Wanted Meninggal karena Kanker Otak
Vaksinasi Kanker Serviks Berskala Nasional Digelar Tahun Depan
Gagal Menghambat Pertumbuhan Sel Kanker Paru, Obat Kanker Roche Diragukan Efektif
Studi: Waspada, Orang dengan 'Anxiety' dan Depresi Berisiko Alami Penyakit Kronis Hipertensi hingga Kanker