SINAR HARAPAN - "HORMAT grak!", sayup-sayup terdengar teriakan seorang remaja yang bertindak sebagai inspektur upacara saat berada di Museum Gedung Joang '45 yang berlokasi di Jl. Menteng Raya 31.
Suara itu terdengar dari arah lapangan di belakang gedung, di antara suara pemandu yang menjelaskan diorama yang menggambarkan kejadian penculikan Soekarno dan Hatta oleh anak-anak muda.
Saat itu mereka ingin agar mereka lekas memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, juga suara sekelompok murid yang sedang merekam video untuk menjelaskan isi museum demi tugas sekolah mereka.
Pada bulan kemerdekaan, museum yang berkaitan dengan peristiwa bersejarah bagi masyarakat Indonesia menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi.
Baca Juga: Museum MACAN Hadirkan Pameran Kisah Antah-berantah
Kepala Satuan Pelaksana Museum Joang '45, Sukrino, mengatakan kepada ANTARA pekan lalu, kunjungan di gedung bersejarah tersebut sangat signifikan pada Agustus.
Jumlah pengunjung naik dua hingga tiga kali lipat. Rata-rata pengunjung berkisar antara 30-40 orang, khusus pada bulan Agustus, orang-orang yang berminat datang mencapai lebih dari 100 orang.
Gedung dengan pilar-pilar besar dan megah ini merupakan saksi bisu dari peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang kemerdekaan Republik Indonesia.
Gedung ini adalah tempat merumuskan berbagai rencana aksi merebut serta mempertahankan kemerdekaan.
Baca Juga: Museum Siwalima Pikat Pengunjung Lewat Kreativitas Tradisional
Di masa modern, hari yang bersejarah ini dirayakan oleh masyarakat dengan menggelar upacara bendera, sebuah momen yang dipersiapkan secara matang oleh murid-murid SMP terpilih dari berbagai sekolah di DKI Jakarta.
Tujuannya untuk menjadi anggota pasukan pengibar bendera di Gedung Joang '45.
Di masa lalu, gedung ini menjadi saksi dari pergerakan pemuda. Gedung yang terletak di Jalan Menteng Raya 31 ini dulunya adalah markas para pemuda radikal pada masa pendudukan Jepang serta pergerakan nasional.
Gedung Menteng 31 merupakan tempat pemuda merancang rencana menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok agar segera memproklamasikan kemerdekaan.
Baca Juga: Museum Nasional Korea Ubah Kuno Jadi Modern dengan Video Digital
Juga jadi tempat para tokoh dalam Komite van Aksi memprakarsai rapat raksasa di lapangan IKADA untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia sudah bebas dari penjajahan.
Sebelum menjadi saksi perjuangan para pemuda, Gedung Joang '45 yang dulunya merupakan kawasan hutan penuh pohon menteng --alasan di balik nama daerah ini- adalah Hotel Schomper yang paling megah di zamannya.
Pilar-pilar marmer yang megah masih terlihat jelas hingga saat ini, ciri khas dari gedung-gedung yang kental dengan aya kolonial kuno.
Hotel yang dibangun oleh perempuan Belanda L.C. Schomper pada 1938 ini khusus disinggahi oleh pedagang asing dan pejabat tinggi Belanda yang berada di Batavia.
Baca Juga: Melancong Secara Virtual ke Museum-museum di Jakarta
Gedung ini punya ruang tamu yang luas di tengah bangunan, ruang makan di dekat dapur, gudang, tiga kamar untuk juru masak. Gedung ini diapit bangunan lain di kanan dan kiri yang membentuk dua sayap.
Terdapat delapan kamar besar di sayap kanan dan lima kamar di sayap kiri. Kamar tersebut kini dijadikan untuk fungsi lain seperti ruang perpustakaan.
Pada 1942, hotel ini dikuasai barisan Propaganda Jepang Sendenbu dan diserahkan kepada para pemuda Indonesia seperti Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh dan A.M.Hanafi.
Tak lama, Gedung Menteng 31 menjadi markas Pusat Tenaga Rakyat dari badan pertahanan Jepang untuk mengendalikan kaum nasionalis.
Artikel Terkait
Jokowi Ajak Cucu di Upacara Proklamasi RI
Jokowi Jadi Inspektur, Upacara Detik-detik Proklamasi Dimulai
"Mesin Waktu" di Museum Perumusan Naskah Proklamasi
Besok, Naskah Asli Teks Proklamasi Ditampilkan di Istana Merdeka
Hari Ini 77 Tahun Lalu, Jepang Menyerah, Teks Proklamasi Kemerdekaan Dibacakan di Cirebon