SINAR HARAPAN - PSIKOLOG dari Universitas Indonesia Rose Mini Agus Salim mengatakan anak yang mendapatkan tekanan seperti perundungan atau mendapat sesuatu yang tidak nyaman dalam kehidupannya, bisa merasakan stres berkepanjangan hingga berujung depresi.
"Kalau tidak ada teman atau lingkungan yang bisa membantu dia untuk melakukan sesuatu terhadap masalah dan dia juga tidak bisa menyelesaikan masalah itu, dia bisa saja menjadi stres yang berkepanjangan, bisa depresi," kata Rose dalam pesan yang diterima ANTARA di Jakarta, Minggu.
Stres yang berkepanjangan terjadi karena kemampuan dan pengalaman anak masih sedikit dalam mengatasi dan menghadapi masalah serta tidak tahu cara menyelesaikannya sendiri.
Dosen fakultas psikologi itu mengatakan anak memiliki cara untuk mempersepsikan stres yang berbeda-beda bergantung dari pengalaman dan apa yang pernah dia lihat.
Khususnya untuk menyelesaikan masalahnya tersebut dan cenderung berdampak bisa melakukan apa saja yang menurut pemikiran anak adalah baik.
"Kalau masalah yang berat sekali dan dia tidak bisa minta bantuan dan lingkungan, bisa menjadi sesuatu yang berat untuk dia. Stres itu bisa berdampak juga pada anak yang tidak bisa mengatasi masalah, anak-anak itu cenderung melihat apa yang dipikir baik sebagai jalan pintas dari masalah tersebut,” kata Rose.
Baca Juga: Waspada Kasus Penculikan Anak! Ini Saran dari Psikolog untuk Jaga Keamanan dan Keselamatan Si Kecil
Tontonan yang dikonsumsi anak juga bisa berpengaruh terhadap persepsi anak dalam menyelesaikan masalah.
Misalnya, menonton film atau konten di media sosial berisi orang bunuh diri karena mengalami masalah, anak bisa saja menilai itu adalah cara menyelesaikan masalah.
Anak yang mengalami stres berkepanjangan akan mengalami perubahan perilaku, seperti menarik diri dari lingkungan, tidak mau bergaul dengan teman sebayanya dan tidak nafsu makan.
Baca Juga: Psikolog Sebut Anak Korban Penculikan Bisa Alami Trauma Karena Hal Berikut
Jika melihat perilaku anak berubah, orang tua atau guru harus menanyakan apa yang terjadi pada anak untuk mem-validasi perasaannya.
Rose menilai orang-orang yang berada di sekitar anak perlu memahami isu depresi pada anak karena anak belum bisa menceritakan kesedihannya secara terbuka kepada orang lain.
“Melalui perilakunya yang berbeda, kita mulai bisa kemudian menanyakan hal itu. Kadang-kadang anak sudah menceritakan, tapi, kemudian kita mengatakan 'tidak usah dipikirkan' atau 'tidak usah didengar'. Masalahnya, tidak semudah itu bagi seorang anak,” kata Rose.
Validasi perasaan tidak nyaman pada anak adalah penting agar perasaan itu tidak membekas.
Anak perlu dibantu untuk menjawab siapa orang-orang yang merundung atau apa yang membuatnya merasa tidak nyaman.***
Artikel Terkait
Hubungan Tak Disetujui oleh Orangtua? Simak Tips Mendapatkan Restu dari Psikolog Klinis Berikut
Psikolog Bocorkan Teknik Pernapasan 456 untuk Membantu Saat Menghadapi Emosi Intens dan Tiba-tiba
Salah Satunya Masalah Kesehatan Mental, Psikolog Klinis Sebut Ini Alasan Milenial Miliki Satu atau Dua Anak
Ini Tips Langkah-langkah Memperkenalkan Pancasila pada Si Kecil dari Psikolog Anak dan Remaja
Belajar dari Tragedi Maut di Stadion Kanjuruhan, Psikolog: Mental Rivalitas Sehat Perlu Ditanamkan Sejak Dini
Kenapa KDRT Terjadi dan Golongan Mana yang Rentan Mengalaminya? Berikut Penjelasan Psikolog Klinis Forensik
Periksa Kesehatan Mental Gratis Sambil Nge-mall di Kota Kasablanka Mall, Hadirkan Psikolog dan Tokoh Agama