Peringatan Waisak di kompleks Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah (Dok/Kementrian Agama)
SINAR HARAPAN--Umat Budha memperingati Hari Raya Tri Suci Waisak 2567 pada Minggu (4/6/2023) besok dalam keadaan tenang dan hidmat. Perayanaan Waisak secara nasional dipusatkan di Candi Borobudur, Jawa Tengah, sebuah peninggalan bersejarah yang memang terkait dengan perkembangan agama Budha pada masa lalu.
Peringatan hari Waisak tahun ini dipastikan lebih meriah dibandingkan tahun lalu. Saat ini pemerintah sudah membebaskan pergerakan masyarakat untuk merayakan hari besar keagamaan, berkaitan dengan berakhirnya pandemi Covid-19. Maka wilayah Borobudur dan sekitarnya pada perayaan besok hari akan dikunjungi puluhan ribu warga, khususnya para penganut Budha.
Perayaan tahun ini juga diwarnai dengan proses ritual Thudong yang menarik perhatian masyarakat luas. Sebanyak 32 Bhiksu dari Thailand datang ke Borobudur dengan berjalan kaki.
Para biksu dari Thailand berjalan kaki menuju ke Malaysia, kemudian ke Singapura terus menuju ke Batam dengan kapal feri. Dari Batam dilanjutkan naik pesawat terbang menuju Jakarta. Dari Jakarta dilepas dari kantor Kementerian Agama berjalan kaki ke Magelang. Mereka singgah dan bermalam di Cirebon, Pekalongan, Semarang dan Magelang.
Perjalanan dari Thailand ke Magelang kurang lebih menempuh jarak 2.600 kilometer dengan waktu kurang lebih sekitar 3 bulan.
Uniknya, di sepanjang jalan warga menyambut para peserta ritual dari Thailand itu, tidak sedikit yang memberikan makanan dan minuman. Ketika di Pekalongan para penganut Budha Gautama itu menginap di sebuah Gedung milik ulama terkenal, Habib Luthfi.
Di Magelang ribuan warga masyarakat antusias menyambut kedatangan mereka dengan berjejer di kanan dan kiri jalan antara batas Kota Magelang hingga Kelenteng Liong Hok Bio yang terletak di selatan Alun-Alun Kota. Sambutan ramah dan spontan warga kepada para biksu yang telah menempuh perjalanan jauh itu menunjukkan sikap otentik masyarakat Indonesia kepada sesama.
Ketua Thudong Internasional Welly Widadi menuturkan ritual berjalan sudah dilakukan sejak Sang Buddha Gautama. Zaman dulu, Sang Buddha Gautama untuk menyampaikan ajarannya, berjalan kaki dari satu daerah ke daerah yang lain, dari satu kota ke kota yang lain, dan dari satu negara ke negara yang lain.
Peringatan Hari waisak ini dimanfaatkan oleh umat Budha untuk menghormati dan merenungkan segala sifat luhur dari tiratana yaitu buddha, dharma, dan sangha. Kemudian memperkuat saddha atau keyakinan yang benar berdasarkan tekad, membina paramita atau sifat baik yang berasal dari para leluhur, mengulang kembali dan merenungkan khotbah dari sang Buddha.
Menurut cerita, setelah bertemu "empat peristiwa" yaitu orang tua, orang sakit, orang meninggal, dan pertapa yang meninggalkan kehidupan duniawinya, Pangeran Siddharta merasa resah, gundah gulana. Harta kekayaan dan kemewahan istana tak lagi menarik perhatiannya. Juga hiburan dan nyanyian para gadis penari yang molek.
Pada usia 29 tahun, Pangeran Siddharta memutuskan meninggalkan istana. Sejak itulah Pangeran Siddharta menjalani kehidupan sebagai pertapa, seorang yogin, untuk mencari penerangan rohani. Ia mengakhiri pertapaannya di Hutan Uruvela.
Untuk memahami apa sesungguhnya saripati Buddha, kita dapat menyimak dari dialog di bawah ini. Suatu ketika Pangeran Siddharta pernah ditanya perihal siapakah sejatinya dirinya? "Apakah Anda seorang Dewa?" Tanya mereka. "TIdak." "Seorang malaikat?" tanyanya lagi. "Tidak." Apakah seorang Santo?" "Tidak juga." Lantas, apa sebenarnya Anda ini?"
Pangeran Siddharta menjawab. "Aku bangun." Jawaban ini kemudian menjadi gelarnya, karena memang itulah arti "Buddha." Dalam bahasa Sanskerta, Buddha mempunyai arti "bangun" maupun "mengetahui". Dengan demikian kata Buddha berarti "Ia Yang Bangun" atau "Ia Yang Mengetahui." Dan proses kebangunan itu dicapai oleh Pangeran Siddharta atas jerih payah usaha dan perjuangan sendiri.
Artikel Terkait
Para Bhiksu Thailand Yang Jalani Tradisi Thudong Tinggalkan Pekalongan Menuju Borobudur
32 Bhiksu Asal Thailand Yang Jalankan Tradisi Thudong Kini Berjalan Kaki Menuju Ambarawa
Ini Cermin Toleransi, Ribuan Warga Magelang Menyambut Bhiksu Yang Jalani Ritual Thudong
Momen Libur Panjang Waisak, Jumlah Penumpang Kereta Meningkat 45 Persen
Puluhan Umat Budha Ponorogo Lakukan Ritual 'Mandi Rupang Budhha' Jelang Waisak