Ekonomi China Makin Melejit, Bisakah Indonesia Menyusul?

- Selasa, 22 Maret 2022 | 23:05 WIB
Perbicangan yang diinisiasi Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok (LIT) pada Selasa, 22/3 membahas perkembangan terkini hubungan ekonomi, sosial dan budaya Ri-Tiongkok. Hadir sebagai pembicara (depan ki-ka) Mantan Duta Besar Sugeng Rahardjo, Dubes RI untuk RRT Djauhari Oratmangun, Ketua LIT Sudrajat, dan Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani. (RMA/SH)
Perbicangan yang diinisiasi Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok (LIT) pada Selasa, 22/3 membahas perkembangan terkini hubungan ekonomi, sosial dan budaya Ri-Tiongkok. Hadir sebagai pembicara (depan ki-ka) Mantan Duta Besar Sugeng Rahardjo, Dubes RI untuk RRT Djauhari Oratmangun, Ketua LIT Sudrajat, dan Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani. (RMA/SH)

Akselerasi ekonomi China didukung oleh kebijakan ekonominya yang tak pernah berhenti dan membawa negara ini semakin berpengaruh dalam tatanan regional maupun global.

Mantan Duta Besar RI untuk RRT Sugeng Rahardjo dalam diskusi yang digelar LIT pada Selasa 22/3.
Mantan Duta Besar RI untuk RRT Sugeng Rahardjo dalam diskusi yang digelar LIT pada Selasa 22/3. (SH/RMA)

“Hal inilah yang membuat mereka bisa ‘leapfrogging’. Kontribusi ekonomi digital China terhadap GDP sudah 32 persen. Indonesia sudah sekitar 3 persen,” papar Djauhari.

Baca Juga: China Ajak RI Tingkatkan Penggunaan Mata Uang Lokal

'Leapfrogging' yang berasal dari kata 'leapfrog' menggambarkan China yang melewati tahapan pembangunan dan perkembangan ekonomi dengan jalur tradisional.

Sehingga, China mampu melompat langsung ke perkembangan ekonomi yang masif menggunakan teknologi terbaru. Atau, menjelajahi ‘jalur alternatif’ pengembangan teknologi melibatkan teknologi baru dengan manfaat serta peluang baru.

Lalu, bisakah Indonesia menyusul China? Mampukah RI mengikuti China untuk dengan proyeksi perekonomian saat ini?

Baca Juga: AS Peringatkan Perusahaan China Jika Siasati Sanksi Ekspor Rusia

Djauhari mengatakan ini bukan hal yang mustahil—Indonesia bahkan sudah ke arah yang benar. Indonesia dan China sejak tahun 2013 sudah menjalin status comprehensive strategic partner (CSP).

Peserta diskusi yang digelar Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok (LIT) pada Selasa, 22/3, bertema 'Perkembangan Terakhir Hubungan Ekonomi, Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok'.
Peserta diskusi yang digelar Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok (LIT) pada Selasa, 22/3, bertema 'Perkembangan Terakhir Hubungan Ekonomi, Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok'. (SH/RMA)

CSP seperti dikutip dari ISEAS menekankan pada comprehensive atau ‘komprehensif’ yaitu kerja sama semua dimensi, luas, dan berlapis-lapis. ‘Strategic’ atau strategis berarti hubungan jangka panjang dan stabil yang melampaui perbedaan ideologi dan sistem sosial. 

Partnership atau ‘kemitraan’ atau kerja sama yang setara serta saling menguntungkan. Seperti dilansir dari ISEAS, saat ini di ASEAN, China menjalin CSP hanya bersama 3 negara ASEAN yaitu Indonesia, Kamboja, dan Malaysia.

Baca Juga: Impor China Disetop, Industri Batam Kesulitan Bahan Baku

“Indonesia diprediksi pada tahun 2025, transaksinya akan mencapai USD150 miliar, dengan angka itu kontribusi transaksi digital di Indonesia sudah mencapai sekitar 10 persen di GDP," katanya.

Jika sudah mencapai angka segitu, Indonesia sudah bisa ‘leapfrogging’ kata Djauhari. Karena sebenarnya Chinaleapfrogging’ sejak 20 tahun lalu. Salah satunya adalah ekonomi digital melalui Huawei, Alibaba, Tencent, dan lainnya.***

Halaman:

Editor: Rosi Maria

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Putin Dijadwalkan Berkunjung ke Turki, Ada Apa?

Kamis, 30 Maret 2023 | 07:58 WIB
X