SINAR HARAPAN - Sosok Polri seakan tidak pernah habis menjadi pembicaraan publik. Setelah kasus pembunuhan Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambo. Kini Polri kembali mendapat tamparan hebat dengan kasus Irjen Teddy Minahasa yang terjerat jaringan narkoba.
Parahnya lagi kasus Irjen Teddy Minahasa itu muncul di publik di saat Presiden Joko Widodo mengumpulkan para pejabat tinggi Polri mulai dari Kapolda hingga Kapolres seluruh Indonesia di Istana Kepresidenan Jakarta kemarin.
Tapi mau dikata apa: nasi telah menjadi bubur dan lagi-lagi wajah Polri kembali tercoreng.
Lantas bagaimana tanggapan sejumlah kalangan atas persoalan yang melilit tubuh penjaga keamanan masyarakat ini?
Menurut pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho, kejadian ini menandakan bahwa menilai institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat ini telah memasuki era baru.
"Ini saatnya Polri era baru. Era barunya bahwa Polri mampu berusaha untuk melakukan bersih-bersih," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu 15 Oktober 2022.
Dalam hal ini, kata dia, jika biasanya bersih-bersih hanya pada tingkatan perwira menengah namun sekarang sudah merambah ke tingkatan jenderal.
Terbaru, lanjut dia, Polri berhasil mengungkap kasus narkoba yang melibatkan Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa.
Oleh karena itu, Hibnu memberikan apresiasi atas upaya bersih-bersih di tubuh Polri tersebut.
"Memang sekarang dalam keadaan namanya turun, tetapi ini dalam rangka untuk melangkah yang lebih baik," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.
Menurut dia, bersih-bersih tersebut juga dalam rangka menjadikan Polri yang lebih presisi, lebih bermartabat, dan siap berintegritas ke depan.
"Enggak apa-apa sekarang hancur babak belur, tapi ini start menjadikan polisi masa depan," tegasnya.
Lebih lanjut, Hibnu meyakini pengungkapan kasus yang melibatkan Teddy Minahasa bukanlah upaya pengalihan isu yang dilakukan Polri untuk menutupi kasus-kasus lainnya seperti tragedi Kanjuruhan maupun kasus Ferdy Sambo.
Menurut dia, pengungkapan kasus yang melibatkan Teddy Minahasa merupakan dinamika penanganan dan penegakan hukum.
"Yang perlu diketahui penegakan kasus narkoba ini, kasusnya kan kasus menggunakan barang bukti, penggelapan barang bukti, yang dijual. Ini menjadi tonggak sejarah ke depan," jelasnya.
Kalau toh seorang jenderal pun tersangkut, kata dia, tidak menutup kemungkinan di level yang lain ada pula.
Oleh karena itu, lanjut dia, pengungkapan kasus Teddy Minahasa tersebut merupakan momentum Polri untuk ke depan menjadi lebih baik.
Hibnu mengatakan kasus yang dihadapi Teddy Minahasa sangat mencoreng institusi Polri karena yang bersangkutan merupakan seorang penegak hukum berpangkat jenderal bintang dua dan modusnya dilakukan dengan cara menggelapkan serta menjual barang bukti.
"Itu sudah sangat tercela, sehingga yang bersangkutan harus mendapatkan ancaman hukuman maksimal 20 tahun atau mati karena itu (barang bukti narkoba) golongan I," katanya.
Menurut dia, modus yang dilakukan mantan Kapolda Sumatra Barat itu sudah merupakan modus niatan yang sempurna untuk menggelapkan barang bukti sabu-sabu yang seharusnya dimusnahkan dan menggantikannya dengan tawas.
Ia mengatakan kasus Teddy Minahasa bisa menjadi evaluasi ke depan ketika ada pemusnahan barang bukti harus dipastikan bahwa yang akan dimusnahkan itu barang bukti murni ataukah jadi-jadian.
"Saat ini, yang ditunggu masyarakat dari Polri adalah pengusutan tuntas Konsorsium 303 karena sebagai bukti awal sudah, tinggal bagaimana komitmen Polri untuk mengungkap kasus seperti ini," kata Hibnu.
Komentar Anggota DPR
Lain lagi komentar Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang. Dia malah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo konsisten menjalankan visi Presisi untuk memperbaiki Polri secara menyeluruh setelah muncul berbagai kasus hukum yang menyeret oknum di institusi tersebut.
"Seharusnya tidak ada tempat bagi mafia dalam bentuk dan sifat bagaimanapun. Kapolri harus komit, konsisten, dan konsekuen dengan Presisi, jangan hanya slogan," kata Junimart di Jakarta, Sabtu 15 Oktober 2022.
Visi Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sejak Januari 2021 diubah menjadi Presisi yang merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.
Junimart mengatakan apa yang terjadi di Polri mulai dari peristiwa pembunuhan Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo serta konsorsium 303 judi daring dan penangkapan Irjen Teddy Minahasa, telah mempertontonkan adanya permainan di tubuh Polri.
Menurut dia, ketegasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit dalam menindak para perwira tinggi Polri patut "diacungi jempol", namun semua peristiwa yang telah mencoreng citra institusi dapat dijadikan alasan oleh Kapolri untuk segera melakukan perbaikan secara utuh menyeluruh.
“Untuk menjaga kepercayaan masyarakat, Polri perlu melakukan perbaikan institusi secara utuh, menyeluruh, dan mereformasi," ujarnya.
Junimart mengaku miris atas keterlibatan Irjen Teddy Minahasa yang diduga mengkoordinir langsung praktek penjualan barang bukti sitaan berupa narkoba jenis sabu yang dilakukan oleh ketiga anak buahnya.
Selain itu menurut dia, di Sumatera Utara ada tiga oknum Polri merampok sepeda motor warga dan baru terungkap ke permukaan setelah viral di media sosial.
"Saya meyakini lebih banyak yang belum diungkap, ada apa ini, menunggu lagi viral dulu. Lalu oknum Polisi berpangkat Irjen bersama tiga anak buahnya yang juga polisi aktif ditangkap karena memperdagangkan barang bukti sitaan berupa sabu, miris dan memalukan," katanya.
Dia menilai Polri bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) seharusnya menjadi garda terdepan serta "benteng" pelindung bagi masyarakat dari kejahatan narkoba dan judi, bukan justru menjadi pelaku kejahatan.
Karena itu Junimart meminta Kapolri bertindak serius dalam pemberantasan narkoba dan judi, serta menindak setiap oknum yang terlibat di dalamnya.
"Perang terhadap judi dan narkoba tidak boleh dihambat oleh segelintir oknum yang memanfaatkannya, siapapun itu," ujarnya.
Dia juga meminta Polri untuk membuka diri apabila ada informasi mengenai kasus-kasus judi dan narkoba, jangan diputar-putar lalu tidak diproses.
Menurut dia, Polri harus membuka layanan pengaduan atau "hotline" yang bisa diakses masyarakat untuk melaporkan semua kasus judi dan narkoba, termasuk yang khusus melibatkan oknum kepolisian.
Hukuman Paling Berat
Sedangkan, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan menilai Irjen Teddy Minahasa layak mendapatkan hukuman paling berat dan pemecatan jika terbukti terlibat kasus narkoba.
"Teddy diharapkan segera diproses pidana dan diberikan hukuman paling berat mengingat dia anggota Polri yang paham hukum dan ada dugaan telah memanfaatkan jabatannya untuk kejahatan narkoba," kata Dr Edi Hasibuan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu 15 Oktober 2022.
Perbuatan Irjen Teddy Minahasa , kata dia, telah menyakiti hati masyarakat dan menurunkan harkat martabat Polri.
"Kalau cukup bukti menjual barang bukti narkoba lima kilogram sabu-sabu layak diancam hukuman mati," katanya.
Perbuatan Teddy, katanya, sama saja dengan bandar narkoba yang selama ini telah merusak masyarakat.
"Kita harapkan Sidang Komisi Etik Profesi Polri segera digelar dan memutuskan pemecatan untuk Teddy," katanya.
Menurut dia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pasti bakal memberikan tindakan tegas kepada Teddy dan kelompoknya termasuk anggota Polri yang terlibat.
"Susah diterima rasanya oleh masyarakat, ada Kapolda yang hidupnya mapan, gaya hidupnya hedonis, masih bermain main dengan narkoba. Perilakunya tentu sangat membahayakan institusi Polri. Tidak layak jadi anggota Polri," katanya.
Menurut akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta ini, tindakan Kapolri yang sudah tegas membatalkan penunjukan Teddy sebagai Kapolda Jawa Timur patut mendapat dukungan masyarakat.
Rentetan tamparan hebat bagi Polri harus dijadikan moment untuk berbenah diri. Harapan masyarakat sudah saatnya Polri bebas dari pelbagai tindakan memalukan yang justru makin menghilangkan kepercayaan publik. Dan tidak cukup langkah bersih-bersih lagi.
Kuncinya: Polri mau berubah atau terus menjadi hujatan publik setiap hari.***