PPATK Tengarai Ada Perusahaan Cangkang Untuk Pencucian Uang, Nilai Transaksinya Rp 35.5 Triliun Lebih

- Rabu, 29 Maret 2023 | 22:37 WIB

Ketua Komite Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD (kanan)  dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat d engar pendapat umum dengan Komisi III DPR, Rabu (Foto: inilah.com)

SINAR HARAPAN--Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menengarai adanya perusahaan cangkang yang digunakan untuk sarana pencucian uang di Kementrian Keuangan.

Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR yang berlangsung hingga Rabu malam.

Dikemukakan, terdapat satu oknum yang diduga memiliki lima hingga delapan perusahaan cangkang. "Dalam daftar listnya itu selain oknum, kami sampaikan juga banyak perusahaan. Misalnya oknumnya satu, tapi perusahaannya lima, tujuh, delapan, dan seterusnya " ujar Ivan.

Nilai transaksinya sebesar Rp 35,5 triliun lebih. Transaksi tersebut melibatkan 461 entitas dari aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu, 11 entitas dari ASN kementerian/lembaga lain, dan 294 entitas berasal dari non-ASN.

"Karena modus pelaku TPPU itu kan selalu kita bicara, TPPU kan bicara proxy crime, orang yang melakukan tindak pidana selalu melakukan tangan orang lain, bukan diri dia sendiri," ujar Ivan, yang mendampingi Ketua Komite Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD.

Mahfud mengatakan PPATK telah menyampaikan laporan hasil analisis (LHA) dugaan tindak pidana pencucian uang pada 2017. Namun rupanya, laporan tersebut tak sampai ke tangan Sri Mulyani.

"Laporan itu diberikan tahun 2017, oleh PPATK, bukan tahun 2020. Tahun 2017 diberikan tidak pakai surat, tapi diserahkan oleh Ketua PPATK langsung kepada Kementerian Keuangan yang diwakili Dirjen Bea Cukai, Irjen Kementerian Keuangan, dan dua orang lainnya," ujar Mahfud.

Ivan mengatakan bahwa pihaknya menemukan indikasi transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 189 triliun pada periode 2014-2016 di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah itu, PPATK kembali menemukan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 180 triliun pada periode 2017-2019.

Dari situ, PPATK melakukan analisis dan menemukan pola transaksi lewat perubahan identitas. "Subjek terlapor tadi melakukan pola transaksi dengan pengubahan entitas, tadinya dia aktif di satu daerah, kemudian dia pindah ke tempat lain. Tadinya menggunakan nama tertentu kemudian menggunakan nama lain," ujar Ivan.

Dari perubahan identitas tersebut, PPATK menyadari bahwa oknum tersebut sadar adanya pemeriksaan yang dilakukan pihaknya. 

Dalam RDPU tersebut, Mahfud membagi ke tiga kelompok terhadap laporan hasil analisis (LHA) PPATK terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun. Pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu, yang nilainya mencapai Rp 35.548.999.231.280. Transaksi tersebut melibatkan 461 entitas dari aparatur sipil negara (ASN), 11 entitas dari ASN kementerian/lembaga lain, dan 294 entitas berasal dari non-ASN.

"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemaren Ibu Sri Mulyani di Komisi XI hanya Rp 3 triliun, yang benar 35 triliun," ujar Mahfud.

Kategori kedua adalah transaksi keuangan yang mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pegawai lain. Nilai transaksi di kategori tersebut sebesar Rp 53.821.874.839.402 triliun.

Halaman:

Editor: Banjar Chaeruddin

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X