Pasar Obligasi 2023 Hadapi Risiko Tekanan Pemilu 2024 Hingga Kebijakan The Fed

- Rabu, 18 Januari 2023 | 09:23 WIB
Pasar Obligasi 2023 hadapi risiko tekanan Pemilu 2024 hingga kebijakan The Fed. (ANTARA/Rosa Panggabean)
Pasar Obligasi 2023 hadapi risiko tekanan Pemilu 2024 hingga kebijakan The Fed. (ANTARA/Rosa Panggabean)

SINAR HARAPAN - Ketidakpastian yang ada di pasar global akibat kebijakan The Fed yang terus mengerek suku bunga disertai tekanan internal menjelang tahun pemilu 2024 di tanah air bisa memberikan dampak terhadap pasar obligasi Indonesia di tahun 2023.

Director & Chief Investment Officer PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula dalam webinar bertajuk “2023 Market Outlook : Seeds of Opportunity” secara daring Selasa kemarin, mengingatkan untuk mewaspadai risiko yang ada pada pasar obligasi Indonesia sepanjang tahun 2023.

Mulai dari, kebijakan The Federal Reserve dan bank sentral dunia lainnya yang berpotensi kembali hawkish apabila data ekonomi masih kuat di atas konsensus hingga tekanan politik yang berpotensi timbul di dalam negeri menjelang Pemilu tahun 2024.

Baca Juga: PHI Naikkan Target Produksi Migas di Tahun 2023

“Kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun bisa kembali ke kisaran 6,50 persen hingga 6,75 persen,” ujar Ezra.

Dia juga memaparkan tiga katalis utama pasar obligasi Indonesia selama tahun 2023, diantaranya, pertama, membaiknya indikator makro ekonomi seperti defisit fiskal di bawah target pemerintah sebesar 3 persen bisa mendukung kenaikan rating Indonesia.

Kedua, menguatnya permintaan domestik, terutama dari investor perbankan, asuransi, dana pensiun, dan investor ritel diperkirakan masih akan kuat untuk menopang pasar.

Baca Juga: Penawaran Lelang SUN RI Tembus Rp59 Triliun Didorong Rilis Data AS

Ketiga, skenario dibukanya kembali ekonomi China diperkirakan akan membantu meningkatkan sentimen positif ke pasar global.

Dia menjelaskan pasar obligasi Indonesia mencatatkan kinerja positif 3,5 persen pada tahun 2022, artinya lebih baik dibandingkan pasar lain di kawasan Asia, seperti Hong Kong (-8,6 persen), Filipina (-6,0 persen), Singapura (-5,1 persen), dan Thailand (-4,0 persen).

Dia mengatakan kurva imbal hasil pasar obligasi Indonesia menunjukkan pola bearish flattening selama tahun 2022, yang mana obligasi dengan tenor paling pendek (2 tahun) mengalami kenaikan imbal hasil paling signifikan sebesar 181 basis poin (bps).

Baca Juga: Ramai Penjualan Pin Khusus Ibu Hamil di Marketplace, Begini Respons PT KAI Commuter

“Sedangkan, obligasi dengan tenor paling panjang (30 tahun) mengalami kenaikan imbal hasil paling kecil 46 bps,” ujar Ezra.

Apabila dilihat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dari tahun 2012 hingga 2022, pasar obligasi Indonesia mencatatkan kinerja kumulatif sebesar 8,03 persen per tahun.

Halaman:

Editor: Yuanita SH

Sumber: ANTARA, Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Sempat Hampir Breakout, Saham VAST Balik Arah

Selasa, 21 Maret 2023 | 17:21 WIB

Resmi! UBS Akan Mengambil Alih Credit Suisse

Senin, 20 Maret 2023 | 10:06 WIB
X