SINAR HARAPAN - PT Adhi-Karya">Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) meraih kontrak baru sampai Oktober 2022 sebesar Rp19,1 triliun, naik 51 persen dibandingkan perolehan kontrak baru pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp12,7 triliun.
Direktur Utama ADHI, Entus Asnawi, pada Rabu 23 November, mengatakan perseroan akan terus meningkatkan pertumbuhan kontrak sampai akhir tahun.
Beberapa kontrak baru yang didapatkan ADHI pada Oktober 2022 di antaranya Sistem Pengelolaan Air limbah Domestik Terpusat di Kota Banda Aceh dan Plant Road and Drainage di Karawang, Jawa Barat.
Baca Juga: Sempat Sentuh Area Support, Saham GPRA Melesat 15,05 Persen
Meskipun begitu, pada akhir perdagangan hari ini Rabu 23 November 2022, saham ADHI harga saham ADHI berakhir stagnan berada pada Rp535, harga tersebut merupakan harga terendah terhitung sejak 6 November 2020.
Ditambah lagi, harga saham ADHI telah mencatatkan pelemahan bulanan sebesar 14,4 persen dan bahkan masih melemah 40,22 persen secara year to date.
Hal tersebut tidak mengherankan, pasalnya tren bearish saham ADHI sebetulnya telah dikonfirmasi sejak 26 September lalu melalui persilangan MA5 dan MA21 pada harga Rp735.
Baca Juga: PDB Global Diproyeksikan Turun, Asia Jadi Penggerak Utama Pertumbuhan Ekonomi
Sejak saat itu, hingga hari ini harga saham ADHI masih tetap pada tren tersebut, tren bearish yang berlangsung cukup lama itu juga membuat harga saham ADHI kesulitan untuk menemukan area support yang benar-benar kuat.
Price Earnings Ratioa (PER) saham ADHI saat ini sebesar 160,44 kali, lalu Price Book Value Ratio (PBVR) sebesar 0,79 kali, namun Debt Equity Ratio (DER) ADHI cukup tinggi yakni sebesar 552,65 persen.
Adapun profil kontribusi perolehan kontrak baru sampai Oktober 2022 dari lini bisnis engineering dan konstruksi mendominasi sebesar 90 persen, properti sebesar 9 persen, dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya.
Baca Juga: Harga CPO Malaysia Rebound, Harga TBS Sawit Riau Justru Turun
Sedangkan berdasarkan tipe pekerjaan yang diperoleh, jenis proyek jalan dan jembatan sebesar 26 persen, proyek gedung sebesar 30 persen, dan proyek infrastruktur lainnya seperti pembuatan bendungan, bandara, jalur kereta api, dan proyek energi, serta proyek lainnya sebesar 44 persen.
Berdasarkan segmentasi sumber dana, realisasi kontrak baru yang bersumber dari pemerintah sebesar 39 persen, sumber dari BUMN dan BUMD sebesar 11 persen, sementara proyek kepemilikan swasta atau lainnya termasuk proyek investasi sebesar 50 persen.
Artikel Terkait
OPEC Bantah Laporan Media Barat, Harga Minyak di Pasar Asia Merangkak Naik
WPIC Perkirakan Sektor Industri Otomotif Jadi Faktor Pendorong Defisit Logam Pada 2023
Harga Saham SCMA Balik Arah Setelah Penguatan Dua Hari Berturut-Turut
Indef: Pengawas Aset Kripto Perlu Diperjelas Dalam RUU P2SK
XL Axiata Sediakan Layanan Telepon dan SMS Gratis Bagi Korban Gempa Cianjur
Rilis Data Ekonomi Indonesia Buat Pasar Obligasi Nasional Makin Bergairah
Didukung Pemerintah, Waskita Karya (WSKT) Siap Right Issue
Harga CPO Malaysia Rebound, Harga TBS Sawit Riau Justru Turun
PDB Global Diproyeksikan Turun, Asia Jadi Penggerak Utama Pertumbuhan Ekonomi
Sempat Sentuh Area Support, Saham GPRA Melesat 15,05 Persen