SINAR HARAPAN - Pemerintah optimis memenangkan gugatan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II yang diterapkan Uni Eropa di World Trade Organization (WTO) yang dinilai diskriminatif dan tidak adil terhadap industri kelapa sawit Indonesia.
"Kita harus optimistis, bahwa Indonesia memiliki peluang dalam memenangkan gugatan ini. Meski begitu, kita juga mengantisipasi adanya kemungkinan banding dari Uni Eropa apabila Indonesia menang dalam gugatan ini," kata Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko Perekonomian, Edy Yusuf, di Jakarta, Selasa.
Edy menjelaskan bahwa penerapan kebijakan RED II oleh Uni Eropa yang diterapkan sejak Desember 2018 itu diskriminatif terhadap produk minyak sawit Indonesia dan dapat mengurangi ekspor ke Uni Eropa yang berdampak pada kesejahteraan petani kelapa sawit.
Baca Juga: 7 Jajaran Orang Terkaya di Indonesia Versi Forbes 2022
Pada kebijakan RED II, Uni Eropa membuat batasan dan mengategorikan biofuel berbahan baku kelapa sawit sebagai high ILUC (indirect land use change) risk karena menyebabkan ekspansi signifikan terhadap lahan dengan stok karbon tinggi ke area produksi.
Selain itu, Uni Eropa memberlakukan penghentian biofeul berbahan baku minyak kelapa sawit secara bertahap hingga 2030 atau yang disebutnya Phase Out 2030. Uni Eropa juga menetapkan konsumsi penggunaan energi berbahan baku food and feed corps untuk transportasi tidak boleh melebihi tujuh persen sejak 2020.
Edy menegaskan bahwa kebijakan RED II terkait sawit tersebut tidak berdasarkan pada kajian ilmiah dan tidak memiliki bukti saintifik.
Baca Juga: Keterbatasan SPKLU Jadi Tantangan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia
Saat ini, Edy menjelaskan bahwa posisi Indonesia sedang menunggu terbitnya laporan terkait gugatan pada akhir 2022 atau awal 2023.
Dia juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah menyiapkan antisipasi dari berbagai skenario yang mungkin terjadi dari keputusan yang dikeluarkan oleh WTO dan langkah yang akan diambil kemudian oleh Uni Eropa.
"Tentunya, Indonesia perlu terus mengantisipasi hasil gugatan yang mungkin terjadi. Pemerintah akan segera menentukan pilihan langkah yang diambil untuk menyelesaikan sengketa banding atau tidak banding atas rekomendasi dan keputusan panel," kata Edy.***
Artikel Terkait
ARB Lagi, Asing Lepas Saham UNVR Rp105 Miliar
Gunakan Skema KPBU AP, Kemenkeu Catat Nilai Investasi 25 Proyek Mencapai Rp156 Triliun
BBNI Berikan Fasilitas Intraday Senilai Rp1,8 Triliun Kepada KPEI
Laba Bersih Bank Permata Melesat 170 Persen, Saham BNLI Bagaimana?
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Palapa Ring Integrasi Akan Membentang Sepanjang 12.261 Km
Jangkau Pasar Internasional, PT Pupuk Indonesia Resmi Buka Kantor di Dubai
BPS Catatkan Inflasi Oktober 2022 Sebesar 5,71 Persen
Ekspor Timah Babel Melesat Hingga 72,70 Persen Pada Agustus 2022
Keterbatasan SPKLU Jadi Tantangan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia
7 Jajaran Orang Terkaya di Indonesia Versi Forbes 2022