SINAR HARAPAN - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menurunkan tarif efektif pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas penghasilan royalti yang diterima wajib pajak orang pribadi (WP OP) menjadi 6 persen dari sebelumnya 15 persen jumlah bruto royalti.
Ketentuan tersebut merupakan upaya untuk dapat memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi WP OP pengguna Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang menerima royalti.
"Penurunan tarif efektif sekaligus menjadi quickwin pelayanan yang lebih baik dan mengurangi cost of compliance dari wajib pajak karena Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan wajib pajak menjadi tidak selalu lebih bayar,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu, Dwi Astuti, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa 21 Maret 2023.
Baca Juga: Harga Saham SAGE Merosot 19,29 Persen, Hold Atau Jual?
Penurunan tarif efektif pajak royalti ditetapkan dalam Peraturan Dirjen Pajak tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23 Atas Penghasilan Royalti yang Diterima Oleh WP OP yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan NPPN.
Ia menyebutkan peraturan tersebut mengatur atas penghasilan royalti yang diterima atau diperoleh WP OP pengguna NPPN, yakni WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 miliar, dikenai pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dengan dasar pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 40 persen dari jumlah bruto penghasilan royalti tidak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).
Dengan kata lain, tarif efektif pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan royalti yang diterima WP OP pengguna NPPN sebesar 6 persen dari jumlah bruto royalti atau turun dari sebelumnya, yaitu 15 persen.
Baca Juga: Dinilai Dapat Percepat Pemulihan Perekonomian, Perppu Ciptaker Disetujui DPR Jadi Undang-Undang
Selain penurunan tarif efektif, kata Dwi, kemudahan dan kepastian hukum dalam aturan tersebut berupa kemungkinan untuk tidak menjalani administrasi pemeriksaan restitusi atas SPT Tahunan yang selama ini cenderung lebih bayar.
SPT Tahunan dengan status lebih bayar berhak untuk menerima pengembalian pajak yang telah dibayarkan (restitusi), namun harus melalui mekanisme pemeriksaan sesuai pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Jangka waktu pemeriksaan lebih bayar paling lama 12 bulan.***
Artikel Terkait
Eksportir Sektor Pertambangan dan Perkebunan Setor Devisa Hasil Ekspor 173 Juta Dolar AS Dalam Dua Pekan
Kisruh Impor Pakaian Bekas, Teten: Praktik Impor Ilegal Pakaian Bekas Ganggu UMKM dan Tenaga Kerja
Lima Tower PLN Roboh, Aliran Listrik Kabel Bawah Laut ke Pulau Bangka Putus
Situs Pendukung Penyaluran Subsidi Motor Listrik, Sisapira, Siap Digunakan Bulan Ini
Sri Mulyani Jelaskan Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun Yang Dilaporkan PPATK
Kapal Pengangkut Sampah, Mobula 8, Kolaborasi Indonesia-Seacleaners Resmi Diluncurkan di Laut Bali
Pemerintah Siap Berikan Insentif PPN Hingga 10% Untuk Pembelian Mobil dan Bus Listrik
GOTO Catat Perbaikan Kinerja Keuangan, Adjusted EBITDA Tumbuh Positif
Dinilai Dapat Percepat Pemulihan Perekonomian, Perppu Ciptaker Disetujui DPR Jadi Undang-Undang
Harga Saham SAGE Merosot 19,29 Persen, Hold Atau Jual?